Nama saya Aisyah Adibah lahir di
Cirebon pada tanggal 22 maret 1998, ibu saya bernama Siti Fatimah yang
berprofesi sebagai guru swasta dan bapak saya Amirudin yang selama 15 tahun ini
tidak bisa mencari nafkah dikarenakan sedang sakit. Saya mempunyai seorang
kakak laki-laki yaitu M. Faqih Abdul Karim yang saat ini sedang menempuh
pendidikan di Universitas Diponegoro dan mempunyai dua orang adik perempuan,
pertama Muthiah Mujahidah yang masih duduk di kelas 2 Sekolah Menengah Akhir
dan yang terakhir Hasna Amaliah duduk di kelas 9 Sekolah Menengah Pertama.
Saya
dibesarkan dari keluarga pendidik yang dimana hampir semua keluarga menempuh
pendidikan universitas, karena hal tersebut menjadikan saya orang yang bertekad kuat
dengan jenjang pendidikan dan mencoba mandiri.
Kemandirian saya buktikan
dengan saat menginjak kelas 11 sekolah menengah, saya memberanikan diri untuk
magang di sebuah surat kabar lokal yakni Radar Cirebon. Saya menjadi
satu-satunya murid di sekolahku yang menjadi wartawan junior. Sebenarnya tujuan
awalnya adalah karena sekolah berada di perbatasan dan seringkali tidak
terlalu dikenal, jadi dengan itu saya berharap sekolahnya bisa lebih dikenal khususnya
untuk daerah ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan).
Selama saya menjadi jurnalis, saya selalu meliput semua kegiatan dan mengangkat
siswa-siswa sekolah saya kedalam tulisan di koran tersebut. Tapi saya hanya bisa
satu tahun saja, karena saat aku kelas 12, saya mulai fokus belajar untuk UN
dan SBMPTN. Sebenarnya saya sudah berusaha ketika saya berhenti aka nada yang
melanjutkan perjuangan saya, namun nihil murid disini tidak ada yang minat
hanya karena kantor koran tersebut sangat jauh, memakan waktu 1,5 jam dari
sekolah.
Saat kegagalan menerpa,
Setelah lulus SMA,
saya tidak langsung kuliah. Seperti yang saya katakan diatas bahwa saya
merupakah orang yang bertekad kuat, saya memiliki keinginan yang kuat untuk masuk
Universitas Indonesia. Saya sampai menolak beberapa PTN dan PTS. Namun setelah
mencoba 4 kali ujian dan gagal semua, akhirnya saya menyerah dan menerimanya
saja dan saya berharap pendidikan selanjutnya saya bisa di kampus tersebut.
Saat tahun-tahun kepedihan
itu, saya tidak lantas hanya fokus belajar saja. Saya menjadi pelayan toko di
pasar tradisional dan menjadi guru TK di Bekasi. Saya sempat mengalami stres
berat saat itu, namun saya bersyukur keluarga selalu memberi semangat dan
mendukung penuh segala keputusan saya.
Ketika mimpi kembali terukir,
Indonesia dimasa
Revolusi 4.0 dengan bersatunya beberapa teknologi, yang menciptakan manusia yang
amat butuh teknologi, yang dimana mempunyai potensi memberdayakan individu dan masyarakat,
karena revolusi industri fase ini dapat menciptakan peluang baru bagi ekonomi,
sosial, maupun pengembangan diri pribadi.
Oleh karena
itu saya memilih jurusan IT konsenterasi Bahasa Inggris di Politeknik Negeri
Jakarta sebagai ladang saya berkontribusi kepada bumi pertiwi ini. Dimasa
mendatang saya amat berharap dapat membuat sebuah aplikasi starup yang dimana
berkonsep dalam menerjemahkan teks formal dan informal. Aplikasi ini berkonsep
seperti ruang guru, yang mempertemukan guru dengan muridnya tanpa perlu dalam
satu tempat. Bedanya adalah yang dipertemukan antara translator dengan
customer. Jadi dengan aplikasi ini masyarakat yang membutuhkan dokumen
terjemahan tidak perlu mencari-cari translator/intrepreter lagi, tidak hanya
menerjemahkan sebuah dokumen namun menerjemahkan audio visual juga, seperti
subtitle sebuah film atau lainnya. Aplikasi ini akan menyediakan translator/intrepreter
tersumpah maupun lepas.
Karena
seperti yang saya bahas sebelumnya, di revolusi kali ini akan banyak sekali
orang asing yang berdatangan ke negeri ini maupun kita akan semakin mudah untuk
bekerja ataupun belajar di negara lain, sehingga orang-orang akan sangat banyak
membutuhkan bahasa asing. Dan mimpi yang lainnya yakni saya bisa membuka sebuah
sekolah starup, karena Menurut
data Kementerian Koordinasi Bidang Ekonomi, UMKM memegang porsi 93,4% ekonomi
di Indonesia, sedangkankan hanya 9% saja yang melek teknologi. Padahal, saat
ini Indonesia sudah memasuki Revolusi Industri 4.0 yang menempatkan teknologi
sebagai pemeran utama dalam bisnis. Saat ini juga saya beberapa kali mengikuti
seminar dan workshop tentang starup. Walaupun saya hanya pernah mencoba
berbisnis kecil-kecilan seperti menjual snack di kelas.
Saya sadar mimpi ini akan
membutuhkan perjuangan, tim hebat dan juga modal yang tidak sedikit. Tapi
sebuah keberhasilan itu awalnya diukir dulu dalam mimpi yang besar juga.
Generasi muda Indonesia harus menjadi bibit unggul yang kompeten, agar kita
bisa lepas dari predikat negera berkembang dan tumbuh menjadi negara maju.
Minimal melek teknologi.
Dengan adanya beasiswa Bazma
Pertamina ini, saya berharap dapat mencetak generasi unggul yang berbudi dan
melek teknologi. Salam teknologi! Semangat! Allahu Akbar!